Aksi Protes Untuk Menghentikan Kekerasan Terhadap Rohingya via http://www.channelnewsasia.com/ |
Sobat muda,
tentunya kita semua tahu tentang kabar sodara kita di Myanmar bukan? (Tentang Muslim Rohingya ya pak?)
Betul. Kaum
imigran Rohingya kembali menjadi tajuk utama di media massa. Mereka dilaporkan
menjadi korban konflik persaudaraan di Myanmar. Akibatnya, sejumlah warga Muslim Rohingya
melarikan diri dari Myanmar ke negara-negara terdekat, salah satunya Indonesia.Para
kritik menuding negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) tak memiliki kepedulian
terhadap kaum Rohingya yang terdampar di lautan mencari suaka. Selama
berbulan-bulan mereka menderita kelaparan dan mengalami kesusahan.
Negara-negara ASEAN dituduh melepas tanggung jawab karena tak ada yang mau
menerima mereka. (Siapakah kaum Rohingya?
Mengapa mereka berada di lautan?)
Berikut
adalah informasi penting yang perlu diketahui di kutip dari www.rappler.com :
1. Siapa Muslim Rohingya?
Muslim Rohingya via https://id.pinterest.com/ |
Rohingya
adalah kaum minoritas Muslim yang menggunakan etnis bahasa Rohingya —bahasa
Indo-Eropa yang mirip dengan bahasa Bengali. Mereka tinggal di negara bagian
Rakhine Utara (sebelumnya disebut Arakan), sebuah desa pesisir di Myanmar.
Menurut
Menteri Imigrasi dan Kependudukan Myanmar Khin Yi, ada sekitar 1,33 juta orang
Rohingya di negaranya.
Organisasi
Nasional Rohingya Arakan (ARNO) menyatakan bahwa orang-orang ini telah bermukim
di Myanmar “sejak zaman dahulu”. Nenek moyang mereka berasal dari bangsa Arab,
Moor, Pathan, Moghul, Bengali, dan beberapa orang Indo-Mongoloid.
Sementara
itu, ahli sejarah dan warga setempat mengklaim bahwa Rohingya merupakan
penduduk asli negara bagian Rakhine sejak abad ke-19, ketika Myanmar masih
berada di bawah penjajahan Inggris.
Namun,
Myanmar tidak mengakui kaum Rohingya sebagai warga negara atau kelompok etnis
mereka. Hanya sekitar 40.000 yang diakui oleh pemerintah Myanmar dan diberikan
hak kewarganegaraan.
2. Mengapa orang-orang Rohingya tidak diakui?
Rohingya yang Termarjinalkan via https://www.ushmm.org/ |
Warga Rohingya
di sebuah kamp pengungsian di Sittwe, di negara bagian Rakhine, Myanmar, pada
13 November 2014.
Presiden
Myanmar Thein Sein mengacu pada Rohingya sebagai "Bengali" (orang
Bangladesh) —menyiratkan bahwa mereka adalah penduduk asli Bangladesh dan, oleh
karena itu, dideportasi dari Myanmar. Namun, pemerintah Bangladesh juga tidak
mengakui Rohingya sebagai bagian dari mereka.
Pemerintah
Myanmar bahkan tidak menyetujui bahwa kelompok tersebut menggunakan istilah
“Rohingya”.
Zaw Htay,
seorang pejabat senior kepresiden Myanmar, mengatakan, "Jika mereka
menggunakan istilah 'Rohingya' kami tidak akan mengambil bagian di dalamnya
karena kami tidak mengenal istilah ini. Pemerintah Myanmar telah memprotes
penggunaan kata tersebut sejak lama”.
Pada 1982,
pemerintah Myanmar mengeluarkan undang-undang yang menyatakan bahwa rakyatnya
adalah warga yang telah menetap di negara tersebut sebelum kemerdekaan pada
1948. Kelompok minoritas yang ingin secara resmi diakui harus menunjukkan
dokumen sebagai bukti bahwa nenek moyang mereka hidup di Myanmar (dulu disebut
Burma) sebelum 1823.
Orang-orang
Rohingya mengklaim bahwa leluhur mereka telah tinggal di Myanmar sejak ratusan
tahun yang lalu. Namun, mereka tidak memiliki dokumentasi yang tepat untuk
membuktikan klaim tersebut.
Pada 2014,
Myanmar membuat sebuah rencana kontroversial untuk memecahkan masalah ini:
Pemerintah akan memberikan kewarganegaraan bagi kaum Rohingya jika mereka
mengubah etnis mereka sebagai warga Bangladesh. Ini berarti pengakuan bahwa
kelompok ini adalah ilegal di negara itu, sebuah ide yang ditolak oleh sebagian
besar komunitas Rohingya.
3. Mengapa mereka meninggalkan Myanmar?
Terusir Dari Tanah Sendiri via https://www.arrahmah.com/ |
Kaum etnis
minoritas Rohingya di atas sebuah kapal kayu yang terdampar di Laut Andaman,
dekat Malaysia, di bagian selatan Thailand, pada 14 Mei 2015.
Rohingya
mengalami diskriminasi selama beberapa dekade terakhir, yang mengakibatkan
mereka berupaya melarikan diri dari Myanmar. Sebuah laporan New York Times
menyatakan bahwa “mereka telah ditolak kewarganegaraan dan diusir dari rumah
mereka, tanah mereka disita, dan mereka diserang oleh militer”.
Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan mengakui bahwa masyarakat Rohingnya sebagai salah
satu kaum minoritas yang paling teraniaya di dunia.
Sebuah
insiden besar melibatkan mereka terjadi pada 2012, ketika umat Islam Rohingya
terlibat dalam kasus pemerkosaan dan pembunuhan seorang wanita Buddha di
Myanmar. Hal ini mengakibatkan serangkaian perkelahian berdarah antara umat
Buddha di Rakhine dan Muslim Rohingya. Sebuah laporan mengatakan sedikitnya 90
orang tewas dan 3.000 rumah hancur akibat kekerasan tersebut.
Pemerintah
Myanmar bertindak dengan membatasi ribuan Rohingya dalam sebuah kamp
pengungsian yang dibatasi dengan kawat berduri. Kamp-kamp tersebut menerima
sumber makanan dan bantuan medis yang sangat minim, sehingga mengakibatkan
kelaparan dan penyakit, bahkan kematian. Polisi setempat juga melarang Rohingya
meninggalkan kamp.
4. Masalah apa yang mereka hadapi saat melarikan diri Myanmar?
Rohinya Berduka via http://www.republika.co.id/berita/ |
Seorang anak
Rohingya sedang sarapan sekaligus diberi pengobatan medis di sebuah tempat
pengungsian di Kuala Langsa, Aceh, Indonesia, pada 17 Mei 2015.
Tampaknya
kaum Rohingya lebih rela untuk menyerahkan nasib hidup mereka ke tangan oknum
perdagangan manusia daripada harus musnah oleh kaum ekstremis Buddha di
Rakhine.
Sebuah kamp
perdagangan ditemukan pada Mei 2015 di hutan yang sepi di Thailand selatan, di
mana ditemukan setidaknya 30 mayat yang dikubur dalam sebuah liang dangkal.
Mayat-mayat lainnya ditemukan hanya ditutupi selimut dan ditinggal di tempat
terbuka.
Perhatian
militer yang tiba-tiba setelah ditemukannya kamp perdagangan tersebut, menyebabkan
para penyelundup untuk melakukan taktik yang lebih berhati-hati. Kaum Rohingya
kemudian ditempatkan di perahu kaya, di tengah lautan, yang dibagi-dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil.
Aksi militer
tersebut membuat para penyelundup dan pedagang manusia ketakutan dan
bersembunyi. Bahkan beberapa kapten kapal yang mengangkut Rohingya meninggalkan
kapal mereka, sehingga membuat Rohingya terdampar selama berbulan-bulan di
laut.
Korban
selamat dari insiden kapal juga berbagi cerita mereka. Mereka disolasi selama
dua bulan di kapal, berjuang dengan membatasi makanan untuk bertahan hidup.
Beberapa Rohingya melompat dari kapal, termasuk perempuan dan anak-anak,
sementara yang lain terlempar dari perahu untuk menghindari berdesak-desakan.
Selain itu,
tak satu pun dari negara-negara tetangga yang bersedia menerima Rohingya dan
takut dengan terus masuknya migran.
5. Bagaimana pemerintah negara-negara ASEAN menanggapi masalah
ini?
Aksi Save Rohingya Di Indonesia via http://www.tribunnews.com/ |
Dikutip dari
nasional.kompas.com, Komunitas masyarakat profesional bagi kemanusiaan Rohingya tidak hanya mendesak pemerintah
Indonesia turun tangan mengatasi kekerasan terhadap warga Rohingya di Myanmar.
Mereka juga
menuntut agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara-negara ASEAN bersikap
tegas terhadap Pemerintah Myanmar. Seruan itu disampaikan dalam aksi damai di
depan Kedutaan Besar Myanmar di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/9/2017).
Komunitas profesional
dari berbagai bidang ini juga mendesak negara-negara di kawasan ASEAN untuk
menekan rezim militer Myanmar, agar menhentikan genosida. PBB mengatakan hampir 40.000 warga Rohingya mengungsi ke
Banglades dalam sepekan terakhir. Krisis terbaru dipicu oleh serangan oleh
milisi Rohingya terhadap beberapa pos keamanan pekan lalu, yang kemudian
dibalas dengan aksi militer oleh pemerintah Myanmar. Sumber militer Myanmar
mengatakan, tak kurang dari 400 orang tewas dalam gelombang kekerasan terbaru
ini.
Demikianlah
sobat muda, semoga informasi ini bisa menambah kepedulian kita terhadap isu sosial
yang sedang terjadi saat ini. Jangan lupa share ya! Muda berkarya, muda bermanfaat.
ConversionConversion EmoticonEmoticon