Belajar Dari Gurunya Guru

Sobat muda sudah tidak asing dengan pemimpin revolusioner sekaligus presiden pertama republik ini. (Iya donk pak, Ir. Soekarno kan?)

Benar sekali anak. Pernah berpikir siapakah guru yang menghasilkan pemimpin hebat sekaliber Ir. Soekarno? (Nah, ini yang belum saya pikirkan pak hehe)

Pada beberapa buku dan literatur 'Soekarno Sang Proklamator' banyak menyebut nama HOS Tjokroaminoto sebagai guru sejatinya. Tidakkah kita penasaran dan bertanya, guru seperti apa yang "menghasilkan" murid sekaliber Soekarno, seorang tokoh besar yang mungkin tidak lahir setiap seratus tahun sekali? (Wah keren nih, kita belajar dari gurunya guru hehe)

Oemar Said Tjokroaminoto via https://id.wikipedia.org/
Soekarno menceritakan betapa dirinya belajar banyak dari Tjokroaminoto melalui "gelontoran" buku-buku bacaan cukup berat. Buku-buku yang tidak ada habisnya pada saat ia masih berusia 15 tahun. (Pantas saja, kapasitas Soekarno begitu luar biasa)

Ya, dari Tjokroaminoto itulah pemuda Soekarno belajar mengarungi luasnya dunia literatur di zaman belum ada internet. Dari Tjokroaminoto pulalah pemuda Soekarno belajar bahwa ilmu tidak berbatas, dan hanya niat untuk maju yang membuat seseorang sadar bahwa setiap orang dapat berkelana tanpa batas mencari ilmu. (Hebat ya, bagaimana cara sang guru mengajar siswanya yang kemudian menjadi tokoh besar itu?)

Tjokroaminoto bukan "mengajar', tapi dia menjadi inspirasi. Dia menjadi "model" bagi muridnya. Kata bijak Tjokroaminoto yang paling terkenal adalah: "Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Menunjukkan integrasi komprehensif antara ilmu akademis, aplikatif, beretika dan bermoral". (Mantap sekali, saya sangat  terinspirasi pak hehe)

Guru Harus Mampu Menginspirasi Muridnya via http://www.muvila.com/
Saya tambahkan lagi, Tjokroaminoto bukan sekadar "mengajar", tapi dia mendorong muridnya untuk berpikir kritis (critical thinking). Dia melatih mereka agar melihat semua hal dari berbagai perspektif. Tak heran, dari tangannya lahir tokoh-tokoh nasional yang mempunyai "warna" berbeda-beda. Sebut saja Semaun dan Kartosuwiryo, selain tentu saja Soekarno. Ketiganya adalah "produk" seorang guru yang memberi ruang seluas-luasnya bagi anak didiknya untuk mengeksplorasi buah pikir, ide, dan gagasan-gagasan, walaupun gagasan itu bisa jadi jauh dari mainstream dan kontroversial. Di luar segala kontroversi tentang tokoh-tokoh tersebut, bisa dilihat keberagaman murid-murid Cokroaminoto: Soekarno yang nasionalis, Semaun yang sosialis, dan Kartosuwiryo yang Islam fundamentalis. Dapat kita petik pesan bahwa guru yang hebat tidak menghasilkan siswa yang seragam tapi beragam. (Mantap, saya banyak belajar hari ini pak hehe)

Oke, demikianlah artikel kali ini. Semoga bermanfaat dan menginspirasi sobat muda untuk memajukan pendidikan negeri ini. Tetap semangat Belajar ya! Muda berkarya, muda bermanfaat.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment
close